Saturday, June 19, 2010

Industri Belas Kasihan


    Saya buat ini pk 8.00 di jalan Pasteur (bandung) menuju Jakarta di bangku depan sebuah travel yang saya rasa harganya cukup mahal walaupun tiketnya dapat ditukar dengan sebuah eskrim. Di lampu merah, seorang Bapak tua berpeci terlihat sangat lemah, walaupun hari sudah pagi, mencoba memainkan seruling yang saya tidak dapat dengar. Hanya sebentar dia meniupkan nafasnya di tabung musik itu, mobil sedan berplat nomor B membuka jendela dan memberikan uang, tidak tanggung-tanggung bukan seribuan tapi Rp10.000! Setelah itu sang Bapak dengan sigap menerima dengan tulus dan dengan sangat bijak menengadahkan tangan dan berbicara sendiri-dia sedang berdoa.
    Cerita lain lagi, waktu itu saya sedang pulang dari kampus gajah (itb) di angkot akan pulang ke kosan Dago Teahouse. Hal yang lazim bila pengamen mencari penghasilan di jalan minta uang ke penumpang angkot. Kebetulan ini seorang bapak pemain seruling-lagi. Dia memainkan seruling cukup lama di angkot, mungkin dia mulai menyadari bahwa penumpang angkot bukanlah "market" yang baik: segmen menengah sampai menengah ke bawah. Tanpa panjang lebar dia berpindah ke mobil di sebelah, tidak sampai 30 detik uang seribu rupiah sudah di tangan. Hebat.
    Bila Anda penah nonton film slumdog millionaire, di sana ada contoh yang baik. Sekumpulan anak jalanan di India lelah setelah bekerja di tempat sampah. Ketika beristirahat, seorang lelaki berpenampilan rapi datang dengan sumringah sambil memberi minuman coca-cola. Senyuman yang Ia tawarkan dan minuman segar yang sedikit agak mahal bagi mereka membuat lelaki itu seperti malaikat. Dia membawa mereka pulang ke rumah penampungan. Sampai di rumah dia memperlakukan mereka seperti anak raja dan beberapa lama setelah itu mereka diperlakukan seperti anak binatang.
    Mereka dipekerjakan paksa sebagai pengamen jalanan dan harus menyetor uang ke lelaki itu-sebut saja bos. Yang paling menyedihkan adalah anak yang memiliki suara yang indah dibuat buta matanya. Untuk apa? Untuk meningkatkan pemasukkan si bos, tentunya. Dia akan berdiri di ujung jalan menengadahkan tangan sambil menyanyi, orang tentu akan lebih kasihan kepada orang buta kan?
    Saya tertarik berkecimpung di dunia bisnis, saya selalu berpikir dan belajar untuk melihat peluang yang tersembunyi. Fenomena "industri belas kasihan" sempat membuat saya tidak tenang. Bayangkan belas kasihan sudah menjadi nilai jual suatu produk. Nilai jual yang utama, tidak perlu adding-value apapun karena sudah cukup menguntungkan. Saat lebaran tahun lalu, apakah Anda tahu bahwa sebuah keluarga pengemis datang dari daerah ke Jakarta. Hebatnya, pada hari ketiga bekerja mereka bisa menginap di hotel. Anda bisa hitung sendiri perkiraan omzet yang mereka dapat, maaf maksud saya profit karena mereka tidak menggunakan modal. Wah benar-benar entrepreneur sejati.
    Bagaimana dengan pasar dari "Industri Belas kasihan"? Bagaimana kelanjutan industri ini? Menurut prediksi saya, industri ini tidak akan mati dan bahkan dapat meningkat terus ke depan. Hampir sama seperti industri sex yang memiliki pasar yang kekal, hanya saja industri ini lebiih prospektif; tidak melanggar norma atau agama, terbuka bagi siapa saja, modal awal nol, dan bangsa Indonesia adalah pasar yang baik hati karena didominasi umat beragama.
    Saya tertawa kecil membayangkan mereka menghitung di microsoft excel mengenai proyeksi keuntungan bila mereka belajar di bangku sekolah lalu kuliah lalu bekerja, langsung menjadi pekerja, membuka usaha kecil-kecilan, atau menjadi entrepreneur generasi baru: pengemis. Mereka mulai menimbang-nimbang dan melakukan analisis SWOT. Membawa mereka ke sebuah pertimbangan: modal yang dikeluarkan di pendidikan akan kembali dengan jangka waktu yang sangat lama, menjadi pekerja dengan pendidikan yang minim hanya akan mendapat penghasilan yang kecil, dan membuka usaha kecil-kecilan memiliki resiko. Keputusan sudah bulat: mereka akan pindah ke kota besar dan anak-anak tidak jadi dimasukkan ke sekolah.
    Apa solusinya? Apa yang harus kita perbuat? Apakah memberi sedekah itu salah? Tidak, semua agama tidak pernah melarang umatnya untuk memberi, saya yang percaya bahwa Yesus adalah Tuhan diajarkan untuk memberi kepada sesama, saya yakin Anda juga demikian. Saya hanya menyarankan kepada Anda untuk memberi pada pihak yang pantas menerima, bukan kepada yang pantas dikasihani. Saya tidak bermaksud menghakimi atau menghasut, saya hanya ingin mengangkat fenomena ini dari sudut pandang saya. Jadi, bagaimana kalo Anda ingin bersedekah ke pengemis? Terserah saja, yang saya tahu: "memberi lebih baik daripada menerima".

19 Jun. 10

Sandro Hanaehan Sirait